maksih uda ngunjungin blog ini, semoga amal ibadah kamu diterima di sisi-Nya . . . . . Aminnn
Rabu, 29 Desember 2010
Setahun Sudah Dia Pergi . .
unitedindonesia.org
HARI ini, satu tahun sudah KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pergi meninggalkan kita semua. Gus Dur bukan orang biasa. Semasa hidupnya, sudah banyak buah pemikiran yang diberikan Gus Dur kepada Bangsa Indonesia.
Sedikit kita menoleh sejarah, saat menjadi Ketua Nahdlatul Ulama (NU), Gus Dur telah menjadi orang yang vokal melawan kebijakan Soeharto. Padahal, saat Orde Baru kala itu Soeharto sudah menjelma menjadi manusia setengah dewa.
Padahal, kala itu Soeharto sudah berusaha merangkul para pemuka agama dan cendikiawan dengan cara mendirikan Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang didalamnya terdapat sejumlah tokoh seperti BJ Habibie, Nurcholis Madjid, dan Amien Rais. Namun, Gus Dur secara tegas menolak untuk bergabung. Dia menuding, ICMI justru akan memperkuat posisi Soeharto.
Perlawanan Gus Dur kepada rezim Orde Baru terus berlanjut sampai akhirnya Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden. Gus Dur bersama sejumlah tokoh seperti Megawati, Amien Rais, dan Sri Sultan Hamengku Buwono X mendeklarasikan diri untuk mendukung reformasi. Pertemuan tersebut kala itu bernama Deklarasi Ciganjur.
Saat era reformasi terbentuk, Gus Dur mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dalam proses pergolakan politik tanah air, PKB berhasil mengantarkan Gus Dur menjadi Presiden RI keempat setelah mengalahkan Megawati dalam pemungutan suara di DPR.
Menjadi kepala negara, Gus Dur kerap bertidak kontroversi. Gonta-ganti menteri di Kabinet Persatuan Nasional, seringnya pergi ke luar negeri, berniat kerjasama dengan Israel, hingga melontarkan kalimat “DPR seperti taman kanak-kanak” dan berniat akan membubarkannya, membuat lawan politik Gus Dur gerah dan berusaha memakzulkannya.
Hingga akhirnya pada 20 Juli 2001, Ketua MPR yang kala itu dijabat Amien Rais menyatakan Sidang Istimewa MPR dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40 ribu personel di Jakarta dan menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai bentuk penunjukan kekuatan.
Menyikapi hal ini, Gus Dur kemudian mengumumkan pemberlakuan dekrit yang berisi pembubaran MPR/DPR, mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR.
Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati. Gus Dur bersikeras tetap tinggal di Istana Negara selama beberapa hari. Namun akhirnya pada 25 Juli, dia harus pergi ke Amerika Serikat karena masalah kesehatan.
Sekalipun hanya sebentar menjabat Presiden dan tak banyak membuat kondisi bangsa stabil secara ekonomi, tapi Gus Dur telah memberikan kesadaran kepada rakyat akan arti pluralisme. Warga keturunan Tionghoa tak lagi terbatas geraknya, bahkan perayaan Hari Imlek dijadikan Gus Dur sebagai hari libur nasional.
Bukti lain jika Gus Dur sangat menjunjung tinggi pluralisme dan menolak kekerasan, adalah ketika Jamaah Ahmadiyah disorot sejumlah ormas Islam. Kala itu, Gur Dur tetap menolak Ahmadiyah dibubarkan dan justru meminta agar pemerintah membubarkan ormas-ormas Islam radikal seperti Front Pembela Islam (FPI) dan sebagainya.
30 Desember tahun lalu, kabar duka itu pun tiba. Setelah menjalani perawatan beberapa hari di RSCM Jakarta, Gus Dur akhirnya dipanggil Sang Khalik. Kepergiannya tidak hanya membuat keluarga dan kalangan Nahdliyin berduka, tetapi seluruh Bangsa Indonesia juga telah kehilangan salah satu panutan.
Kondisi fisik yang terbatas, tidak membuat dia menyerah untuk memperjuangkan hak asasi manusia dan pluralisme. Damai selalu untuk Gus Dur…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar